Bemo pensiun, kuatkah Bajaj roda empat bertahan?
DINAS Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta resmi menghapus trayek angkutan becak motor alias bemo melalui Surat Edaran Nomor 84 Tahun 2017. Sosialisasi kemudian dilakukan Dishub DKI bersama Organisasi Angkutan Darat (Organda) kepada sopir dan pengusaha bemo. Sejumlah opsi juga ditawarkan, salah satunya peremajaan bemo menjadi bajaj roda empat.
Pilihan lain, memberdayakan sopir bemo menjadi pengemudi mikrolet dengan syarat KTP dan SIM A umum atau berganti profesi sebagai petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (Pasukan Oranye). Sementara bagi bemo-bemo yang masih layak jalan, Dishub akan berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta untuk menjadikan bemo sebagai ikon seni Ibu Kota.
Bemo pertama kali beroperasi ketika Jakarta menjadi tuan rumah Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang atau Games of the New Emerging Forces (GANEFO) pada akhir 1962. Setelah itu beberapa kota seperti Bogor, Bandung, Surabaya, Malang, Padang, dan Denpasar ikut menggunakan moda transportasi ini.
Kehadiran bemo –khusus di Jakarta– pada mulanya ditujukan untuk menggeser populasi becak, karena bemo dianggap praktis, bisa menjangkau jalan-jalan sempit dan dapat melaju cepat melampaui becak. Sempat diberlakukan layaknya taksi, belakangan daerah operasi bemo dibatasi hanya menjangkau kawasan yang tidak dilalui oleh bus kota.
Pelan tapi pasti, bemo tersingkir dari belantara Ibu Kota. Bahkan, jumlah mereka terus menyusut seturut penghentian produksi suku cadang oleh pabrikannya di Jepang sana. Meski demikian beberapa dari mereka masih bertahan mengandalkan kanibalisme onderdil.
Dengan cat kusam, lampu depan bolong, knalpot ngebul, dan tangki bensin diganti jeriken, bemo-bemo itu masih sanggup tertatih mengais rejeki di penyangga jalan-jalan protokol Ibu Kota. Sampai Dishub DKI resmi memensiunkan “biawak besi” ini pada 6 Juni lalu.
Bajaj Qute gantikan Bemo
Dishub dan Organda DKI mulai menguji coba Bajaj roda empat berlabel “Qute” sebagai pengganti bemo. Uji coba dilakukan selama tiga bulan, mulai 19 Juli lalu. Si mungil dengan tongkrongan mirip mobil Low Cost Green Car (LCGC) ini dijajal untuk mengaspal pulang pergi menempuh rute Stasiun Kota-Pademangan.
Dari segi penampilan, Bajaj Qute lebih ciamik ketimbang bemo. Angkutan umum ini juga diklaim lebih aman, nyaman, dan ramah lingkungan. Hanya saja dari kapasitas penumpangnya lebih sedikit. Bodinya tidak sebongsor bemo yang sanggup menarik tujuh penumpang sekaligus. Enam orang beradu lutut di kabin belakang dan satu lagi di sisi pengemudi.
Untuk tarif, Wakil Kepala Dishubtrans DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan, karena masih dalam tahap uji coba Bajaj roda empat belum masuk dalam trayek meski terkategori angkutan umum. “Belum kami putuskan untuk sistem pembayarannya seperti apa,” kata Sigit.
Namun, menurut Ketua DPD Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan, ke depan bajaj roda empat akan dilengkapi mesin argo layaknya taksi, namun tarifnya akan disesuaikan dengan bajaj roda tiga.
Mampukah Bajaj Qute bersaing?
Berbicara penggunaan mesin argo pada Bajaj, wacana ini sebenarnya sudah lama didengungkan, namun tidak juga terealisasi hingga Bajaj roda empat lahir dan merangkak di jalanan Jakarta. Wacana ini menguap tergerus ramainya angkutan berbasis aplikasi dan ojek online.
Sempat latah menggunakan aplikasi pemesanan, Bajaj online tetap tidak efektif karena masih mengacu pada proses tawar menawar antara penumpang dan pengemud. “Aplikasi yang lucu,” kritik Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Intrans), Dharmaningtyas.
Bajajapp buatan PT Roda Mandiri Indonesia pun akhirnya mati. Sopir bajaj memilih kembali ke habitat asalnya, mengetem di depan pasar-pasar atau berkeliling mencari oprengan. Organda berdalih, modal yang pas-pasan membuat Bajaj online “babak belur” dihajar aneka promo penyedia jasa ojek online.
Kini, adik Bajaj roda tiga mencoba mencari peruntungan dengan mengambil ceruk rute pendek pelanggan bemo. Bajaj Qute akan bersaing dengan sang kakak dan ojek online. Ikut berjejal di tengah kemacetan Benhill-Pejompongan atau Stasiun Manggarai-Salemba.
Sanggupkah si mungil Bajaj Qute bertahan hidup?