Membaca pergerakan isu dari pertemuan SBY-Prabowo

PERTEMUAN Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Kamis malam pekan lalu, masih menjadi pembahasan hangat di media. Topik utamanya seputar spekulasi pertemuan dua jenderal itu bakal berlanjut ke jenjang yang lebih serius, yakni koalisi di Pilpres 2019.

Tetapi baik Prabowo maupun SBY menampik rumor tersebut. Saat memberikan keterangan pers seusai pertemuan, SBY mengaku hanya menjalin kemunikasi dan kerja sama politik dengan Gerindra dalam rangka mengawasi pemerintahan agar berjalan sesuai konstitusi. Lebih dari itu dari aspek moral, pertemuan dimaksudkan untuk mengawal kepentingan rakyat.

SBY dan Prabowo juga serempak menyampaikan kekhawatiran tentang ancaman kerusakan demokrasi seturut pengesahan ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold sebesar 20 persen kursi di DPR atau 25 persen perolehan suara secara nasional dalam Rancangan UU Penyelenggaran Pemilu.

Prabowo mengkritik keras, PT 20 persen tak lebih dari lelucon yang menipu rakyat. Poin ini juga berpotensi disalahgunakan untuk melanggengkan kekuasan. Karena itulah, Fraksi Partai Gerindra di DPR bersama partai-partai lain seperti Demokrat, PKS, dan PAN memilih walk out dari sidang paripurna. “Kami tidak mau ditertawakan sejarah,” tegas Prabowo.

Merespons kritik Prabowo dan SBY, Presiden Joko Widodo balik mempertanyakan kisruh pengesahan RUU Pemilu yang memuat PT 20 persen suara. Sebab pengesahan Rancangan UU Pemilu bukan keputusan sepihak pemerintah, melainkan produk DPR. Selain itu, angka ambang batas pencalonan presiden yang ditetapkan sebelumnya sudah dipakai di Pilpres 2009 dan 2014.

Jokowi juga menegaskan tidak ada kekuasaan yang absolut. Sebab fungsi pengawasan selama ini sudah berjalan melalui DPR dan pers. Ini disampaikan Jokowi menanggapi pernyataan SBY bahwa dia akan memastikan setiap pemegang kekuasaan tidak melewati batas dalam menggunakan wewenangnya.

Adapun pihak-pihak yang menolak RUU Penyelenggaraan Pemilu, Jokowi mempersilakan untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Partai Demokrat meradang menanggapi pernyataan Jokowi itu. Menurut Wakil Ketua Umum Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin Jokowi antikritik, absolut, dan otoriter. Satu contohnya adalah saat mengajukan Rancangan UU Pemilu yang dinilai tidak demokratis dengan memaksakan PT 20 persen, padahal pemilu serentak untuk pertama kali digelar pada 2019.

Prabowo-AHY dan Isu SBY Pecat Prabowo

Di sela perang statement antara perwakilan pendukung pemerintah dan partai di luar kekuasan menyoal ribut Presidential Threshold 20 persen, isu koalisi antara Gerindra dan Demokrat di Pilpres 2019 kembali mengemuka.

Prabowo disebut-sebut bakal berdampingan dengan putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono. Namun Agus membantah tegas adanya pembicaraan khusus antara Prabowo dan SBY saat pertemuan di Puri Cikeas, Kamis. Menurut Agus, tidak ada pembahasan soal rencana koalisi, apalagi menyandingkan dia dengan Prabowo di Pilpres mendatang.

(Foto: Instagram/@agusyudhoyono)

Isu lain yang juga memantik perhatian publik adalah pernyataan Direktur Saiful Mujani Research Center (SMRC) Sirojudin Abbas bahwa mustahil terjadi koalisi antara Gerindra dengan Demokrat, sebab masih ada masalah pribadi yang belum terselesaikan antara Prabowo dan SBY. Pemicunya, kata dia, SBY ikut memecat Prabowo dari militer.

“SBY anggota jenderal yang memberikan rekomendasi agar Prabowo dipecat,” kata Sirojudin dalam sebuah diskusi di Jakarat, Minggu.

Munculnya isu ini seperti mengulang peristiwa tiga tahun silam. Saat itu beredar di media sosial, surat Dewan Kehormatan Perwira (DKP) berisi keputusan untuk memberhentikan Prabowo dari ABRI. Dalam surat itu tertulis bahwa keputusan DKP dibuat pada 21 Agustus 1998. Surat ditandatangani oleh sejumlah petinggi militer, salah satunya SBY.

Setelah isu pemecatan Prabowo, tidak mustahil isu-isu lama yang sempat viral menjelang Pilpres 2014 kembali bermunculan bersamaan dengan semakin dekatnya hajat akbar lima tahunan 2019 mendatang. Iklim politik juga akan kian memanas dengan hadirnya Pilkada serentak tahun depan. Kontestasi ini menjadi pertarungan pemanasan bagi partai politik sebagai persiapan Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019.

Di luar itu, partai-partai mulai melakukan konsolidasi meski belum secara resmi membentuk poros koalisi. Demokrat dan Gerindra sudah melakukan penjajakan. SBY juga dalam waktu dekat akan bertemu sesepuh PAN Amien Rais, menyusul kemudian dengan petinggi PKS.

Akankah Demokrat, Gerindra, PAN, dan PKS berkoalisi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.