Aplikasi Dating dan Bayang-bayang Ghosting

Biarpun banyak yang percaya jodoh di tangan Tuhan, tapi kalau kita enggak ada usaha “Yakin Tuhan mau ngasih”?

Ilustrasi foto: Canva

“Cieee…ada yang match nih.”

Eh, ternyata teman lama semasa SMP. Keluar deh istilah “Dunia ini terasa sempit”. Padahal udah sengaja cari-cari orang baru di aplikasi dating, ketemunya malah sama teman lama. Masa depan emang tidak bisa ditebak, apalagi yang namanya jodoh. Biarpun banyak yang percaya jodoh di tangan Tuhan, tapi kalau kita enggak ada usaha “Yakin Tuhan mau ngasih”?

Mencari jodoh pun sudah semakin mudah di era sekarang ini. Era dimana kita mulai mendewakan aplikasi dan jaringan internet. Menilik laporan dari agensi marketing We Are Social dan platform manajemen media sosial Hootsuite, sebesar 61,8% atau 170 juta penduduk Indonesia di antaranya telah menggunakan media sosial pada Januari 2021. Dari segi usia penggunanya, masyarakat dengan rentang usia 23-34 tahun mendominasi, disusul kelompok usia 18-24 tahun.

Terbukti sudah, sebagian besar masyarakat Indonesia berusia muda melek internet. Tidak diragukan lagi mengapa aplikasi dating cukup digemari pemuda pemudi Tanah Air. Selain karena dunia kita sebagian besar sudah beralih ke dunia maya, cinta juga menjadi kebutuhan utama umat manusia. Bahkan, mungkin sama utamanya seperti kita butuh makanan untuk hidup sehari-hari.

Helen Fisher, seorang antropolog biologi dari Amerika, dalam bukunya yang berjudul ‘Why We Love: The Nature and Chemistry of Romantic Love’ mengemukakan bahwa manusia telah mengembangkan tiga sistem inti otak untuk kawin dan reproduksi yakni, nafsu, daya tarik, dan keterikatan. Ia mengatakan, cinta dapat dimulai dengan salah satu dari tiga perasaan ini.

Pada aplikasi dating, para pencari jodoh bisa memberi daya tarik mereka melalui tampilan visual. Hal ini sudah cukup menjadi modal untuk membuat seseorang tertarik, berbagi obrolan, bahkan menjadi cinta. Ada banyak pilihan di sana, memilih jodoh pun terasa seperti saat kita memilih outfit, tinggal cari yang pas saja.

Aplikasi dating pun semakin menjamur, ada Tinder yang cukup populer di Indonesia, Bumble yang menawarkan konsep perempuan sebagai pemegang kendali, OkCupid yang sudah berkibar sejak 2010, dan masih banyak lagi. Semuanya memberi peluang bagi para single untuk menemukan pasangannya, cepat atau lambat, berakhir jadian atau berakhir tanpa kabar alias ghosting.

Yap, istilah ghosting yang sangat fenomenal di kalangan muda-mudi masa kini. Sebuah tindakan memutus komunikasi secara tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan atau penjelasan. Istilah muda mudi sekarang sih “Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya”. Pelaku ghosting bisa laki-laki ataupun perempuan. Dampaknya sudah tentu menyiksa perasaan.

Bayang-bayang ghosting pun menjadi momok yang cukup menakutkan bagi para pencari jodoh di aplikasi dating. Apa sih yang menyebabkan seseorang melakukan ghosting?

Lex dePraxis, founder @kelascintacom membeberkan sebuah penemuannya tentang ghosting. “Seorang Gili Freedman menemukan, ada dua gaya atau mindset orang ketika menjalani hubungan. Pertama, orang-orang yang menganggap hubungan itu sebagai jodoh, sudah diatur, sudah destiny. Jadi orang-orang yang menganggap hubungan itu sebagai suatu jodoh, sudah diatur, sudah soulmate, sudah harus begitu, mereka adalah orang-orang yang cenderung melakukan ghosting“, ujarnya dalam sebuah video IGTV @kelascintacom.

“Kelompok kedua, orang-orang yang menganggap hubungan itu bukan sebagai jodoh atau sudah diatur, atau sebagai sebuah setingan alam. Jadi mereka menganggap hubungan itu sebagai kesempatan bertumbuh. Artinya dia mencari rekan atau partner. Orang-orang ini lebih kecil kemungkinan dan intensinya untuk melakukan ghosting“, tambah Coach Lex kemudian.

Sekarang pilihannya, kita mau mencari jodoh atau partner hidup?

Lismei Yodeliva